Bantuan Indonesia untuk Korban Gempa di Myanmar

Minggu, 20 April 2025 19:39 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Ilustrasi Mitigasi Gempa Bumi
Iklan

Indonesia bertindak cepat dan mengutamakan aspek penyelamatan manusia di atas manuver politik.

Pada awal 2025 Myanmar diguncang gempa bumi berkekuatan 7,8 Skala Richter yang meluluhlantakkan wilayah Mandalay dan sekitarnya. Peristiwa tragis ini mengakibatkan ribuan orang tewas dan menyebabkan puluhan ribu lainnya kehilangan tempat tinggal.

Getaran keras yang dirasakan tidak hanya menghancurkan bangunan dan infrastruktur, tetapi juga mengguncang jiwa masyarakat yang sudah terpuruk akibat konflik berkepanjangan. Banyak orang terjebak di reruntuhan, sementara tim penyelamat berjuang keras untuk mencapai lokasi-lokasi yang terkena dampak parah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Organisasi kemanusiaan dan pemerintah setempat bergerak cepat untuk memberikan bantuan medis, makanan, dan tempat tinggal sementara bagi para korban. 

Namun, tantangan logistik dan kondisi cuaca yang tidak menentu memperburuk situasi. Masyarakat bersatu dalam menghadapi bencana ini, menunjukkan semangat ketahanan dan saling membantu di tengah kesulitan. Gempa bumi ini menjadi pengingat yang menyedihkan akan kerentanan negara terhadap bencana alam dan pentingnya persiapan yang matang untuk menghadapi situasi darurat di masa depan. 

Dalam situasi darurat ini, berbagai negara, termasuk Indonesia, sigap mengirimkan bantuan kemanusiaan untuk membantu Myanmar yang dilanda bencana gempa bumi. Indonesia, yang memiliki pengalaman dalam menghadapi bencana alam, segera merespons dengan mengirimkan tim penyelamat, obat-obatan, dan perlengkapan dasar seperti makanan dan air bersih. Bantuan ini sangat penting mengingat banyaknya korban yang membutuhkan perhatian medis dan dukungan psikologis.

Pemerintah Indonesia mengirimkan bantuan senilai USD 3 juta, terdiri dari:

  • Tim SAR gabungan dan tenaga medis.
  • Tenda dan perlengkapan logistik.
  • Bantuan makanan dan obat-obatan.
  • Tim trauma healing dari BNP dan PM.

Selain itu, Indonesia juga menyuarakan solidaritas ASEAN dan mendorong dibukanya jalur diplomasi kemanusiaan yang lebih terbuka di Myanmar yang sejak kudeta militer 2021 menjadi tantangan tersendiri bagi stabilitas kawasan.

Dalam teori hubungan internasional, ada dua pendekatan utama dalam melihat motif bantuan internasional: realisme dan liberalisme. Berdasarkan referensi dari dokumen “Motif Pemberian Bantuan Internasional” oleh Walda Okvi Juliana N., kita bisa menganalisis posisi Indonesia sebagai berikut:

  • Perspektif Realisme: Bantuan Sebagai Alat Politik.

Realisme memandang dunia sebagai arena persaingan. Negara bertindak berdasarkan kepentingan nasional dan survival. Dalam konteks ini, bantuan Indonesia ke Myanmar bisa dimaknai sebagai:

  • Strategi menjaga pengaruh di kawasan ASEAN, terutama ketika Myanmar semakin dekat dengan Tiongkok.
  • Upaya memperkuat posisi Indonesia di mata dunia sebagai pemimpin regional yang responsif terhadap krisis.
  • Diplomasi reputasi (Civelli et al., 2016): Menampilkan diri sebagai negara yang mampu membantu, sekaligus mengendalikan potensi.

Instabilitas politik yang berdampak ke negara tetangga.

Contohnya serupa seperti Marshall Plan AS pasca Perang Dunia II, di mana bantuan diarahkan untuk menahan pengaruh Uni Soviet di Eropa

  • .Perspektif Liberalisme: Solidaritas dan Kemanusiaan
  • Di sisi lain, liberalisme melihat bantuan sebagai bentuk kerja sama internasional yang berlandaskan nilai kemanusiaan, keadilan, dan interdependensi antarnegara. Dalam hal ini:
  • Indonesia menunjukkan solidaritas ASEAN dan prinsip non-intervensi yang beretika.
  • Bantuan ini merupakan bagian dari komitmen terhadap stabilitas regional dan perdamaian.
  • Keterlibatan PMI dan organisasi sipil menunjukkan transparansi dan nilai moral dalam bantuan.

Sejalan dengan argumen Heinrich (2013) bahwa dalam krisis kemanusiaan, bantuan cenderung lebih bersifat altruistik, Indonesia bertindak cepat dan mengutamakan aspek penyelamatan manusia di atas manuver politik.

Dokumen dari referensi berupa file pdf yang digunakan ini (N et al., 2025) juga menyebutkan bahwa motif bantuan seringkali tidak tunggal. Bantuan bisa didorong oleh alasan strategis sekaligus kemanusiaan. Indonesia tampaknya berada di antara dua kutub:

  • Altruisme: Solidaritas terhadap sesama negara ASEAN.
  • Kalkulasi Geopolitik: Menjaga stabilitas di kawasan yang dapat berdampak langsung ke Indonesia.

Kondisi ini mencerminkan pandangan bahwa bantuan luar negeri juga merupakan bentuk diplomasi moral, yang jika dijalankan secara transparan, dapat memperkuat posisi Indonesia secara etis dan strategis.

Bencana gempa Myanmar 2025 telah menjadi ujian bagi solidaritas dan kemanusiaan negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia. Dalam realitas hubungan internasional, bantuan bukanlah sekadar uluran tangan, tapi juga isyarat diplomasi, alat membangun pengaruh, dan refleksi nilai-nilai kemanusiaan. Indonesia, dengan langkah cepat dan diplomatiknya, sekali lagi membuktikan bahwa ia mampu menyeimbangkan antara kepentingan nasional dan tanggung jawab moral global.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Byanca Febri Arlissa

Bencana ini menimbulkan kepanikan dan kesedihan, dengan keluarga mencari yang hilang dan bantuan darurat segera diberikan.

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler